728x90 AdSpace

 photo 720x90_zps7gcl6vrq.gif
Latest News
Senin, 29 Juli 2013

Ingin Memajukan Bangsa

Perjalanan Bina Sarana Informatika (BSI) ibarat pepatah from nothing to something. Dari awal tidak dikenal dan hanya dipandang sebelah mata sebagai lembaga pendidikan kecil dan murah, BSI kini menjelma sebagai sebuah lembaga pendidikan yang dikenal di mana-mana, karena berbagai inovasi dan prestasi yang telah diukir. Berawal dari usaha kecil-kecilan lima mahasiswa tingkat akhir Institut Pertanian Bogor (IPB), BSI kini tersebar di banyak kota di Indonesia, berusaha mencerdaskan anak-anak negeri ini. Di balik kesuksesan BSI, ada sosok berprinsip yang sangat sederhana dalam kesehariannya. Dia adalah Naba Aji Notoseputro, direktur BSI, yang telah membawa lembaganya meraih 8 rekor Museum Rekor Dunia Indonesia (Muri). Berikut penuturannya.
Bisa diceritakan kembali sejarah kelahiran BSI?
BSI itu diawali dari keinginan kami, lima orang pendirinya. Saya sendiri, Herman P, Efriadi, Surachman, dan Sigit, untuk membuat usaha saat masih duduk di bangku semester akhir IPB. Saat itu kami melihat belum ada kursus komputer yang besar. Dari sanalah kami mendirikan kursus komputer.
Berawal dari pendirian lembaga kursus komputer di tahun 1988, seiring waktu, alhamdulillah ada perkembangan bagus, maka kami mendirikan akademi pada tahun 1994. Setelah 25 tahun berlalu, alhamdulillah hingga tahun 2013 ini, BSI telah memiliki 50 kampus yang tersebar di 20 kota di Jawa dan Kalimantan.
Perjalanan BSI tentu ada pasang-surutnya. Bagaimana mempertahankan agar BSI bisa terus berkembang?
Kembali kepada komitmen. Cekcok, selisih pendapat antarlima orang pendiri pasti ada. Tapi kembali lagi kepada komitmen kami. Ketika ada masalah, kami kembalikan kepada komitmen semula.
Selain itu, kami tentu berpikir terhadap kehidupan 3.000 karyawan BSI saat ini. Itu yang membuat kekompakan tetap terjaga hingga saat ini.
Periode tersebut tentu sebuah perjalanan panjang. Apalagi target yang ingin dicapai ke depan?
Kalau bicara target, cita-cita kami adalah BSI bisa ada di seluruh Indonesia. Namun sayangnya, keinginan kami untuk bisa ada di seluruh Indonesia saat ini terganjal oleh regulasi dari pemerintah. Ada peraturan baru dari pemerintah bahwa saat ini tidak boleh mendirikan perguruan tinggi baru lagi. Ini yang membuat kami harus berpikir ulang tentang cita-cita kami.
Bagaimana Anda memandang anggapan bahwa pendidikan itu mahal, sementara BSI menyediakan pendidikan dengan biaya yang sangat terjangkau?
Memang itulah yang melandasi kelahiran BSI. Perguruan tinggi yang mahal sudah banyak, ada di mana-mana. Sayangnya, perguruan tinggi murah yang terjangkau, belum banyak. Tentu seiring waktu akan ada tuntutan-tuntutan yang tak terhindarkan, yang bisa saja membuat biaya menjadi naik. Tapi tentu kami tidak akan menaikkan biaya pendidikan secara drastis. Mengikuti perkembangan, itu sudah pasti. Tapi, kami berusaha agar biaya pendidikan di BSI tetap terjangkau, sesuai komitmen awal didirikannya BSI.
Bagaimana Anda melihat kondisi dunia pendidikan di Indonesia saat ini, terutama melihat banyaknya pengangguran bertitel sarjana?
Kalau bicara kondisi dunia pendidikan Indonesia, memang ada unsur kesalahan dari pemerintah. Bisa dibilang salah konsep dari pemerintah. Pertama, Orang selalu diarahkan untuk mengambil S1. Ini kurang pas. Seharusnya, struktur ideal untuk strata pendidikan itu kan seperti piramida. Dari pendidikan dasar banyak, ke tingkat menengah dan atas semakin sedikit, hingga pucuknya di tingkat D3, sarjana, ataupun pascasarjana menjadi semakin lancip.
Tetapi di Indonesia kan tidak begitu. Ibarat cemara, di bawah lebar, ke SMP dan SMA makin mengecil, D3 mengecil sekali, tetapi di tingkat S1 menjadi lebar kembali. Ini tidak ideal. Seharusnya, untuk posisi-posisi, seperti kameramen dan desain visual, D3 saja sudah cukup, tidak perlu harus lulusan S1. Seharusnya akademi lebih diperbanyak, bukan universitas.
Yang kedua, karena ada tuntutan dari masyarakat dan juga budaya. Orangtua maunya anak-anaknya S1 dan dipaksakan. Kualifikasinya tidak masuk S1, tetapi dipaksa. Maka itulah muncul banyak pengangguran terdidik.
Ketiga, kalau melihat struktur tenaga kerja, terkait kebijakan pemerintah dan kebutuhan industri, seharusnya didorong untuk memperbanyak lapangan pekerjaan untuk lulusan D3. Terakhir,keempat, kesalahan kebijakan pemerintah yang mendorong ke arah bekerja. Seharusnya lebih didorong untuk berkarya atau berwirausaha.
Apa yang dilakukan BSI untuk menyediakan solusi bagi masalah pendidikan bangsa ini?
Sejak 2007, BSI mendirikan entrepreneur center. Tantangannya luar biasa. Beberapa tantangan yang kami hadapi adalah, pertama, masalah mindset mahasiswa yang masih berujung mencari kerja. Lalu kedua, mindset orangtuanya juga sama. Anak-anaknya dianggap sukses kalau bisa mendapatkan pekerjaan yang diidamkan. Yang ketiga, peran pemerintah yang kurang. Peran pemerintah bisa dalam dua hal, sosialisasi tentang entrepreneurship dan juga mempermudah atau menyediakan fasilitas yang dibutuhkan.
Entrepreneur center hadir sebagai pusat pelatihan dan kajian tentang entrepreneurship. Pembinaan yang dilakukan BSI adalah melalui mata kuliah entrepreneurship yang dibekali wajib kepada seluruh mahasiswa BSI dari segala jurusan. Selain itu, melalui pembinaan dan pendampingan di entrepreneur center.
BSI sudah mendapatkan 8 rekor Muri. Apakah itu sebuah strategi atau mengalir saja?
Sebenarnya tidak ada strategi khusus untuk bisa mendapatkan rekor Muri. Hanya lebih kepada dorongan berbagai pihak saja. Misalnya, ketika kami menggelar wisuda, banyak yang bilang, inikan jarang-jarang wisuda dengan jumlah mahasiswa sebanyak ini, mengapa tidak didaftarkan di Muri saja, pasti akan sulit menemukan wisuda dengan jumlah sebanyak BSI. Jadi semua itu lebih kepada kondisi yang memungkinkan, dan memang kami juga membutuhkan pengakuan untuk memacu diri agar lebih baik lagi dalam berkarya.
Fase-fase kapan Anda merasa berada di titik nadir dalam hidup?
Ketika 27 Juli 1996 terjadi kerusuhan, kampus BSI di Kramat 25 terbakar habis. Seluruh peralatan, termasuk 50 unit komputer ikut terbakar. Entah berapa kerugian yang kami alami. Kondisi itu lalu diperparah dengan krisis moneter tahun 1998. Utang naik hingga 70 persen. Benar-benar kondisi yang buruk.
Lalu bagaimana bangkit dari keterpurukan itu?
Recovery-nya bermodal pada hubungan baik dan kejujuran. Karena selama ini kami menjalin hubungan baik dengan bank, dengan relasi, maka ketika kami jatuh, banyak tawaran pertolongan datang. Seperti gedung dan komputer, ada relasi yang menawari untuk memakai dahulu komputernya agar pendidikan BSI bisa terus berlangsung. Tetap kami harus bayar dengan jangka waktu yang meringankan kami.
Dari peristiwa tersebut kami mengambil hikmah bahwa kalau mau jadi pengusaha, ya jadilah pengusaha yang benar. Kalau iktikad kita baik, jalannya akan mudah. Dengan cara itu, semua bisa kami lewati.
Siapa tokoh yang menjadi inspirasi Anda?
Untuk tokoh favorit sebenarnya tidak ada yang khusus. Tapi saya banyak membaca buku biografi, buku catatan perjalanan hidup para tokoh. Salah satu yang cukup menginspirasi saya adalah Sandiaga Uno. Dia masih muda, berasal dari kalangan yang biasa saja, tapi dengan keteguhan hati bisa meraih kesuksesan. Ketika jatuh pun, ia bangkit.
Apa hobi Anda?
Saya hobi bersepeda gunung. Itu yang ekstrem ya. Saya bersama kawan-kawan biasa bersepeda di Puncak. Selain di Puncak, saya juga pernah bersepeda gunung di Kaliurang, Yogyakarta, di Lembang, Bandung, dan beberapa tempat lainnya. Dari lima pendiri BSI, tiga di antaranya suka sepeda gunung.
Apa obsesi pribadi Anda yang belum tercapai?
Obsesi pribadi saya untuk BSI, ya seperti cita-cita BSI, untuk mencerdaskan bangsa Indonesia. Saya ingin lima tahun lagi, ketika BSI berusia 30 tahun, BSI memiliki 100.000 mahasiswa. Itu sangat mungkin mengingat jumlah mahasiswa di Indonesia sekitar 4,5 juta. Saya tidak memikirkan mereka yang the have, karena sudah banyak lembaga pendidikan untuk mereka. Yang saya pikirkan adalah mereka yang tidak punya, yang kurang beruntung.
Di BSI, kami memberikan banyak beasiswa. Pertama, beasiswa dari Yayasan BSI untuk 500 sampai 1.000 orang. Prinsip kami, semakin banyak beasiswa, semakin banyak yang dibantu.
Kedua adalah beasiswa prestasi. Beasiswa ini melalui seleksi ketat, karena nantinya mereka yang mendapat beasiswa ini akan kami berikan juga beasiswa untuk melanjutkan ke S1, S2, bahkan S3. Juga kami berikan uang saku bagi mereka. Jumlah penerima beasiswa prestasi ini per tahunnya ada 200 orang.
Program beasiswa prestasi ini sudah memasuki tahun yang kedua. Tahun pertama, dari 680 pendaftar, terpilih 200 orang, dan yang bertahan hingga kini sekitar 128 orang. Sementara di tahun kedua ini, yang mendaftar kemarin 1.280 orang, hampir dua kali lipat dari tahun pertama. Sudah diseleksi hingga tersisa 250 orang, dan akan kami seleksi lagi untuk mendapatkan 200 bibit unggul yang akan kami berikan beasiswa. Pikiran kami, dalam lima tahun saja akan ada 1.000 anak pintar yang bisa terus mengenyam pendidikan lanjut.
Anda beberapa kali menyinggung masalah kebijakan pemerintah yang tidak ideal. Adakah keinginan untuk mengubahnya dengan terjun ke dunia politik?
Keinginan untuk turun ke dunia politik sampai saat ini belum ada. Saya cukup menjadi figur, karena menurut saya, memang Indonesia kekurangan figur. Di Indonesia, pemimpin yang egaliter itu sulit ditemukan. Pemimpin-pemimpin seperti Obama, Jokowi yang egaliter, merakyat, dan bekerja dengan mengutamakan kesejahteraan masyarakatnya yang harus kita cari.
Apa makna keluarga bagi Anda?
Makna keluarga bagi saya, yang pertama adalah keluarga itu fitrah manusia. Manusia, pada akhirnya, untuk melanggengkan keturunan akan berkeluarga. Yang kedua, keluarga adalah suporter terhadap apa yang dikerjakan oleh pemimpin keluarganya, biasanya Bapak atau Ayah. Yang ketiga keluarga adalah inspirasi buat saya. Selalu ada hal-hal dari keluarga yang bisa menjadi inspirasi buat saya.
Boleh tahu apa kalimat mutiara yang menjadi pegangan hidup Anda?
Ada kalimat yang sering saya ungkapkan, juga kepada mahasiswa-mahasiswa saya yang sering protes. “Jangan hanya pandai memprotes. Jangan hanya pandai mengkritisi. Jangan hanya pandai mencela. Tapi lakukan sesuatu untuk bangsa ini.”
Foto : Naba Aji Notoseputro, Direktur Bina Sarana Informatika (BSI) 
Kontributor : Muhammad Raihan
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Item Reviewed: Ingin Memajukan Bangsa Rating: 5 Reviewed By: Unknown