728x90 AdSpace

 photo 720x90_zps7gcl6vrq.gif
Latest News
Sabtu, 31 Oktober 2015

Ekonomi Kreatif Dongkrak Komoditi Lokal


Problem likuiditas yang sedang menjangkiti ekonomi Indonesia rupanya menjadi babak ekonomi yang perlu penanganan hati-hati tetapi sudah sangat mendesak. Kondisi ini perlu dicermati karena bisa menimbulkan krisis yang berbahaya akibat rentannya solvabilitas yang bersumber dari pinjaman perbankan dan dunia usaha bersamaan dengan kondisi arus investasi luar negeri yang bergerak meninggalkan Indonesia.

Ancaman Solvabilitas
Solvabilitas terancam sebagai akibat dari kondisi likuiditas jangka pendek yang lemah pada saat ini, dimana likuiditas ini terganggu oleh beberapa penyebab, diantaranya :

Penurunan penerimaan ekspor, penurunan penerimaan ekspor ini dipicu oleh kondisi pasar komoditi global yang menekan posisi komoditi Indonesia, dimana beberapa komoditi unggulan ekspor seperti minyak sawit dan batubara dari Indonesia harganya mengalami pukulan berat sehingga boom komoditas primer sudah berakhir.

Penurunan nilai surat berharga, kemerosotan nilai surat berharga seperti SUN (Surat Utang Negara) dan SBI (Sertifikat Bank Indonesia) berarti juga kemerosotan nilai asset dari pemiliknya terutama lembaga keuangan seperti bank, asuransi, dana pensiun dan reksa dana, hal ini mengganggu kecukupan modal dan likuiditas para pemegang surat berharga ini.

Suku bunga pinjaman di pasar international meningkat, bersamaan dengan merosotnya kurs rupiah, sehingga beban hutang secara relative menjadi lebih berat.



Kondisi terburuk yang dikawatirkan dengan rentannya solvabilitas ini apabila posisi cadangan devisa untuk melakukan pembayaran impor dan hutang lebih kecil daripada pemasukan devisa yang diterima dari penerimaan ekspor, pinjaman luar negeri dan arus masuk modal asing sehingga kondisi negative yang terjadi bisa menyebabkan gagal bayar.


 Tingkatkan Produktifitas dan Efisiensi Ekonomi
Kesulitan likuiditas jangka pendek bagi ekonomi tidak ubahnya kesulitan keuangan jangan pendek bagi rumah tangga atau perusahaan, untuk mengatasinya ada beberapa cara :

Mencari sumber-sumber keuangan sehingga mampu menggantikan dana-dana yang mengalir keluar, beberapa upaya yang perlu dilakukan adalah mencari sumber-sumber pinjaman luar negeri dan terus mengundang penanaman modal asing untuk mengimbangi arus keluarnya modal asing.

Meningkatkan penerimaan melalui peningkatan produktifitas khususnya produk-produk berorientasi ekspor dan melakukan efisiensi ekonomi dengan mendorong ketersediaan infrastruktur yang baik, sehingga produk-produk ekspor mampu bersaing di pasar international.

Masa Booming Mulai Meredup
Kondisi negara-negara regional Asia yang bertumbuh memberikan dorongan permintaan atas produk-produk komoditi Indonesia, permintaan yang significant datang dari China dan India karena kedua negara ini mengalami pertumbuhan ekonomi yang kuat dengan rata-rata 9-10% per tahun. Dalam situasi seperti ini neraca pembayaran Indonesia secara terus menerus mengalami surplus, kecuali tahun 2008, sehingga Bank Indonesia pada era ini juga memiliki kesempatan untuk terus memupuk cadangan devisa.


Dalam kondisi boom komoditas ini secara bersamaan juga diuntungkan dari terjadinya selisih suku bunga di pasar internasional dan domestik, dimana suku bunga Indonesia relative lebih tinggi dari pasaran internasional sehingga menjadi rangsangan bagi modal asing untuk menginvestasikan dananya ke Indonesia. Sayang sekali kondisi ini tidak disertai dengan variasi instrument keuangan sehingga secara sempit efek-efek yang menjadi sasaran hanya Surat Utang Negara (SUN) dan Sertifkat Bank Indonesia (SBI) serta efek-efek yang diperdagangkan melalui Bursa Efek Indonesia.  Daya tarik investor asing ini diperkuat dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan rata-rata 5-6% per tahun sehingga memberi keyakinan bagi kreditor asing bahwa debitur dan efek berharga di Indonesia bisa dilunasi dengan baik.  Keyakinan ini ditambah dengan tingkat inflasi yang terkendali, rupiah relative stabil dan kemampuan bayar yang baik akibat kenaikan devisa dari boom komoditas primer.


Kondisi Berjaga-jaga
Mulai tahun 2011 harga-harga komiditi unggulan Indonesia cenderung turun, baik harga minyak sawit, batubara, kopi, coklat, sehingga mengganggu penerimaan devisa dari ekspor komoditi primer ini. Sebagai contoh, komoditi unggulan produksi Indonesia seperti kakao, kopi dan batubara, dari Desembar 2011 sampai Februari 2013, harganya cenderung terus menurun. Harga Kakao turun dari USD 2.150 menjadi USD 2.130, turun 1%. Harga Kopi mengalami penurunan dari USD 220 menjadi USD150, turun 30%, harga Batubara mengalami penurunan dari  USD115 menjadi USD95, turun 17%. Demikian juga minyak sawit terus merosot harganya sejak tahun 2009, karena meningkatkanya pasokan substitusi seperti kedelai dari Brazil dan Argentina, ditambah pasokan minyak sawit sendiri meningkat 17% untuk tahun 2013-14.




Sementara di sisi finansial, rencana The Fed Amerika Serikat untuk mengurangi suntikan dana melalui kebijakan Quantitative Easing (QE) dari tingkat $ 85 miliar setiap bulannya, sekalipun rencana ini tertunda karena masih menunggu turunnya tingkat pengangguran namun suku bunga internasional relative merangkak naik, sehingga "hot money" yang sempat mampir di Indonesia kembali mengalir ke luar.

Ekonomi Yang Lebih Kreatif
Menurut pandangan saya, kondisi seperti ini perlu ditangani dengan meningkatkan kreatifitas ekonomi di Indonesia, dimana dari sisi pasar komoditi maka perlu dirangsang dengan insentif dan pengembangan infrastruktur untuk menggeser fokus sebagai produsen komoditi hulu menjadi semakin ke hilir sehingga pukulan harga komoditas primer bisa diimbangi dengan penerimaan devisa dari produk hilir. Mekanisme ini bisa dilakukan bersamaan dengan mengundang investasi luar negeri sehingga arus modal asing kembali masuk.

Sebagaimana laporan Bank Dunia mengenai kemudahan berbisnis di Indonesia, dimana Indonesia bertengger di urutan 120 tertinggal dibanding dengan negara-negara tetangga di Asia, maka tidak kalah penting untuk terus dipercepat pembenahan catatan buruk kesulitan berbisnis di Indonesia, diantaranya melalui pengembangan infrastruktur, perbaikan kepastian hukum baik pusat maupun daerah, juga diberantasnya pungutan-pungutan tidak resmi yang menyebabkan inefisiensi dan kesulitan tersendiri bagi calon investor yang membawa masuk modal asing ke Indonesia.


Kreatifitas promosi dan penggalangan wisman juga perlu digalakkan untuk mendukung sektor pariwisata sebagai penyumbang devisa urutan ke 4 ini, sehingga harapan target perolehan USD 10 miliar tahun ini tercapai. Selain pariwista dan produk kerajian tangan, pada era modern sekarang juga perlu adanya dukungan produk-produk kreatifitas aplikasi tehnologi IT, design dan multimedia yang dikembangkan oleh para tehnolog muda di negeri ini sehingga bisa berkembang dan berkompetisi secara global.

Dari sisi finansial saatnya kita mengembangkan produk-produk yang lebih advance dengan mengemas produk efek pasar modal maupun juga efek dari pasar komoditi yang bertujuan untuk menarik modal asing, pengembangan produk investasi ini juga bisa menjadi sarana meningkatkan pengerahan dana dalam negeri guna mendorong ekonomi lebih lanjut.









Penulis Bernhard Sumbayak adalah Founder Lembaga Pengembangan Manajemen dan Investasi Daerah (Lepmida) dan Vibiz Consulting.
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Item Reviewed: Ekonomi Kreatif Dongkrak Komoditi Lokal Rating: 5 Reviewed By: Unknown