728x90 AdSpace

 photo 720x90_zps7gcl6vrq.gif
Latest News
Minggu, 15 September 2013

Si Joko Yang Kian Berkilau

Jakarta-Langkah Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dalam menata Ibu Kota kerap menemui jalan terjal. Berbagai tantangan sering dihadapi, mulai warga, preman, sampai para politisi. Sejauh ini, Jokowi cukup mampu menjawab berbagai tantangan tersebut. Bekal sukses menuju pilpres? 
Selasa kemarin, seharusnya menjadi hari terakhir bagi sekitar 350 kepala keluarga yang mendiami sisi timur Waduk Ria Rio, Kelurahan Kayu Putih, Kecamatan Pulogadung, Jakarta Timur. Rencananya, hari itu mereka direlokasi ke tempat tinggal baru, di rumah susun (rusun) Pinus Elok Cakung. Namun hingga sore, tidak tanda-tanda akan terjadi "bedol desa" warga dari kawasan itu. 
"Relokasi diundur sampai akhir September, karena rusun yang dijanjikan belum sepenuhnya rampung," kata Mamat, 48 tahun, salah satu warga yang bermukim di kawasan tersebut. 
Dari 350 rusun yang rusun yang direncanakan, sekitar 60 yang dibangun. Untuk menghindari kericuhan, Mamat dan warga lain sepakat meminta penundaan relokasi hingga pembangunan rusun selesai. 
Dia bilang, secara umum warga memang bersedia direlokasi, tetapi mereka berharap mendapat uang santunan yang digunakan untuk ongkos bongkar, pindah, dan biaya hidup pada awal-awal masa kepindahan. "Besarnya, ya, kira-kira Rp 5 juta-Rp 10 jutalah," katanya. 
Relokasi itu adalah kebijakan yang ditetapkan Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo, dalam rangka revitalisasi lahan Waduk Ria Rio. Revitalisasi merupakan salah satu langkah yang ditempuh Jokowi untuk menanggulangi masalah banjir yang kerap melanda Jakarta. Sebelumnya, Jokowi juga melakukan hal serupa di Waduk Pluit. Namun, sepertinya, kisah kisruh yang terjadi dalam upaya revitalisasi Waduk Ria Rio ini lebih rumit dibandingan yang di Pluit. 
Selain masih menghadapi penentangan dari sebagian warga, upaya revitalisasi ini juga bisa terganjal masalah hukum. Ini terkait dengan klaim kepemilikan tanah seluas 2,1 hektare oleh Yayasan Adam Malik di kawasan tersebut. Selasa kemarin, kawasan waduk yang berbatasan dengan Jalan Perintis Kemerdekaan itu dipagari kawat sepanjang 100-an meter oleh warga dan ahli waris keluarga Adam Malik. 
Sengketa lahan Ria Rio sebenarnya tidak melibatkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI secara langsung. Sebab kasus itu terjadi antara PT Pulomas Jaya dan keluarga Adam Malik. 
PT Pulomas Jaya adalah badan usaha milik daerah DKI Jakarta, yang mengklaim lahan itu sebagai milik Pemprov DKI atas dasar sertifikat Eigendom Verponding Nomor 5.243 yang telah dibebaskan. Termasuk yang ikut dibebaskan ialah lahan yang bersertifikat hak guna bangunan (HGB) Nomor 2 beserta garapannya, berdasarkan keputusan Metro Pertanian/Agraria Nomor SK II/3/KA/63 tanggal 14 Desember 1964. 
HGB tersebut diberikan kepada Yayasan Adam Malik dari Yayasan Mekarsari pada 30 April 1985 untuk pembangunan Emergency Hospital. Namun dalam akte pengalihan disebutkan, kepemilikan tanah tetap atas nama Pemprov DKI Jakarta. Ketentuan kedua adalah, jika pembangunan Emergency Hospital gagal, tanah akan dikembalikan kepada Pemprov DKI, yang dalam hal ini adalah PT Pulomas Jaya. HGB Yayasan Adam Malik sendiri akhirnya dicabut pada 1989, karena yayasan itu tidak mampu membangun rumah sakit seperti yang direncanakan. 
Saat revitalisasi lahan Waduk Ria Rio dilaksanakan, pihak Yayasan Adam Malik mengajukan gugatan hukum. Dalam upaya hukum ini, pengadilan hingga tingkat peninjauan kembali (PK) memang memenangkan pihak Pemprov DKI. Namun, rupanya, pihak keluarga Adam Malik masih merasa berhak atas lahan sengketa tersebut. 
Sengketa inilah yang sedikit banyak ikut menghambat revitalisasi kawasan waduk, yang nantinya akan dilengkapi dengan ruang terbuka hijau bagi publik di area bantaran seluas 26 hektare tersebut. 
Sementara itu, untuk relokasi warga, Jokowi juga sudah berusaha melakukan pendekatan dengan menyediakan rusun Pinus Elok. Sebagian warga malah sudah diajak Jokowi melihat rusun dan menyatakan bersedia direlokasi. Selama ini, keberadaan warga memang dianggap sebagai salah satu penyebab ketidakmaksimalan fungsi waduk, selain banyaknya pabrik dan tutupan tanaman eceng gondok yang memenuhi hampir seluruh permukaan waduk. 
Pada era kepemimpinan sebelumnya, biasanya, Pemprov DKI hanya membersihkan enceng gondok. Sayangnya, hal itu tidak memecahkan masalah mengingat pertumbuhan tanaman air ini sangat cepat. Dalam pemerintahan Jokowi, tak lagi hanya dibersihkan, waduk ini juga dinormalisasi sesuai dengan fungsi awal. Sejauh ini, upaya revitalisasi waduk memang bisa dibilang sukses. 
Waduk Pluit, misalnya, kini tampak bersih, rapi, dan enak dipandang, karena di pinggiran waduk dibuat taman bagi warga. Beberapa anak tampak asyik bermain layang-layang dan sepak bola. Sementara itu, beberapa remaja asyik beraktivitas fotografi. Beberapa warga lain memilih duduk-duduk sembari menikmati pemandangan waduk, dan merasakan semilir angin sore yang lumayan sejuk. 
Jody, 32 tahun, salah satu warga yang sore itu datang bersama istri dan anaknya, mengaku senang. Tempat yang dulu kumuh dan sering dijadikan tempat pelarian penjahat yang kabur dari polisi, kini disulap menjadi taman yang bersih. "Lumayan bisa digunakan untuk sekedar cuci mata," ujarnya. 
Sore itu, upaya revitalisasi waduk memang belum sepenuhnya selesai. Masih ada sekitar 15 unit alat berat yang dioperasikan untuk menyelesaikan proyek normalisasi waduk. 
Sepuluh unit alat keruk diterjunkan di sisi selatan untuk mengeruk sampah dari dasar waduk, empat unit yang lain ditempatkan di sebelah kanan, dan satu lagi sebelah kiri. Di seberang waduk, tepatnya sebelah timur, masih terlihat ada rumah kumuh warga. Saat mendekatinya, ternyata bukan hanya perkampungan kumuh, melainkan juga sampah yang menggunung. 
Untuk masuk ke perkampungan kumuh tersebut, harus melalui tempat pembuangan sampah dengan segala aroma tak sedap dan kerumunan serangga. Warga di wilayah itu memang belum sempat direlokasi. Trima, 33 tahun, warga yang dua tahun tinggal di tempat itu mengaku, tanah yang ia tempati adalah warisan orang tuanya. 
Tapi ia menyatakan siap jika ia beserta warga kampungnya akan direlokasi. "Kalau disuruh pindah ya pindah. Udah bertahun-tahun tinggal di sini nggak suruh bayar udah untung," ujarnya. 
Selain sukses merevitalisasi waduk, langkah Jokowi yang juga cukup banyak mengundang perhatian adalah penertiban kawasan Blok G, Pasar Tanah Abang. Kini, kawasan tersebut terlihat kinclong. Saat diresmikan Senin kemarin, Jokowi meminta pedagang dan pengelola pasar untuk kembali menghidupkan koperasi, dan jika hal itu terwujud ia berjanji akan memberikan pinjaman. 
Selain menghidupkan kembali koperasi, pihak pemerintah provinsi akan memberi jangka waktu dua minggu agar para pedagang segera bisa membuka kiosnya. "Jika dalam dua minggu pedagang tidak membuka kiosnya, hak atas kiosnya dicabut dan diberikan kepada pedagang lain," ujar Jokowi. 
Memang, meski sudah terlihat bagus, belum semua kios di kawasan itu ditempati para pedagang. 
Namun upaya Jokowi menertibkan kawasan itu banyak mendapatkan acungan jempol dari warga. Maklum, dahulu sebelum direnovasi, kawasan itu memang ruwet. Pedagang lebih suka membuka lapak di jalanan, karena kios di dalam blok G sepi pembeli. Akibatnya, kemacetan menjadi menu sehari-hari di kawasan itu. 
Langkah Jokowi menata Jakarta ini banyak mendapatkan apresiasi warga, yang sejak lama menginginkan ibu kota bebas dari berbagai macam masalah, mulai dari kemacetan, banjir, hingga sarana dan prasarana, seperti angkutan umum dan layanan kesehatan, yang kurang baik. Langkah-langkah ditempuh Jokowi bersama wakilnya, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dalam menata semua itu memang cukup revolusioner. 
Dampaknya, Jokowi kini mulai dilihat sebagai calon pemimpin potensial untuk menerima tanggung jawab yang lebih tinggi, yaitu mengurus negara. 
Berbagai survei yang dilakukan lembaga survei politik menampatkan Jokowi sebagai sosok capres dengan elektabilitas atau tingkat keterpilihan tertinggi, dibandingkan dengan calon yang lain. Survei terbaru dari Lembaga Klimatologi Politik (LKP) menyebut tingkat elektabilitas Jokowi mencapai 19,6%. 
Kemilau Jokowi ini pula, yang boleh jadi, membuat lawan-lawan politiknya berupaya menahan laju popularitas Jokowi dengan menempuh berbagai cara. 
Salah satunya dengan cara mengganjal program-program Jokowi di Jakarta, untuk memunculkan kesan Jokowi gagal mengelola Jakarta, yang jauh lebih kompleks dibandingan dengan Solo. Ini terlihat dari sikap beberapa fraksi di DPRD DKI Jakarta yang kerap bersebrangan dengan pemprov dalam berbagai program yang diluncurkan Pemprov DKI. 
Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta, Ida Mahmudah, mengeluhkan hal ini. Menurutnya, banyak fraksi di DPRD DKI Jakarta yang berseberangan dengan pihak eksekutif, dan ini sangat mengganggu program-program yang disiapkan pemerintah. "Kami partai pengusung jumlahnya sangat minim. Dengan adanya fraksi yang tidak mendukung ini jadi penghambat," kata Ida beberapa waktu lalu. 
Dari 94 anggota DPRD DKI yang tersebar di delapan fraksi, memang hanya ada 17 orang yang berasal dari PDIP, partai yang mengusung pasangan Jokowi-Ahok saat pilkada lalu. Sisanya adalah partai pengusung pasangan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli. 
Para anggota fraksi PDIP di DPRD mengeluh, selama ini hal-hal yang dipermasalahkan anggota dewan kurang substansial. Ia menduga ada unsur politis yang kental dalam tindakan tersebut. "Mungkin mereka ingin cari perhatian (caper) dan cari sensasi saja," Ida mengimbuhkan Tak mengherankan jika pada banyak kasus, Jokowi mesti berhadapan dengan para anggota dewan, bahkan anggota yang juga merupakan tokoh masyarakat. 
Yang paling menyita perhatian, tentu adalah perseteruan Jokowi dengan Wakil Ketua DPRD H. Abraham Lunggana atau yang dikenal dengan panggilan Haji Lulung soal penataan Blok G Pasar Tanah Abang. Haji Lulung sempat menentang relokasi pedagang kaki lima ke dalam kawasan Blok G Pasar Tanah Abang. Tetapi belakangan, kontroversi ini mereda setelah Lulung justru berbalik mengapresiasi langkah Jokowi. 
Banyaknya pertentangan dalam langkah Jokowi menata Jakarta ini, menurut anggota DPRD DKI dari Fraksi Golkar, Zainuddin, lantaran banyak pihak yang kaget dengan gaya kepemimpinan Jokowi yang terbilang revolusioner. Ia menyebut program kartu Jakarta sehat (KJS), sebagai pemisalan. 
Pihak DPRD DKI Jakarta menentang dan sempat mewacanakan interpelasi karena khawatir keuangan daerah terganggu, dan bisa berdampak menghambat program pemerintah yang lain. Ternyata Jokowi sudah mempersiapkan hitung-hitungannya secara menyeluruh. "Setelah dijelaskan, dikaji, ternyata tidak berpengaruh. Makanya, interpelasi berhenti," kata dia. 
Zainuddin yang juga menjabat Ketua Badan Musyawarah Betawi ini menilai situasi saat itu sebagai hal lumrah. Ia mengakui pendekatan revolusioner Jokowi memang tepat dengan kompleksitas persoalan ibu kota yang akut. "Pendekatan itulah yang paling tepat," katanya. 
Karena itulah ia tak heran dengan laju popularitas Jokowi yang kian moncer, karena menurutnya, Jokowi memang sosok pemimpin yang lama ditunggu warga DKI, setelah era Ali Sadikin pada tahun 1960-1970an. "Kepemimpinan Jokowi terlihat begitu diterima mayoritas penduduk Jakarta," katanya. 
Ia menilai Jokowi berbeda dari pemimpin-pemimpin sebelumnya. Setiap langkah Jokowi sangat terukur, hasilnya pun jelas terlihat. Zainuddin mencontohkan cara Jokowi menangani pedagang di kawasan Cikini, Tanah Abang, Jatinegara, Pasar Minggu. Kawasan itu kini bersih dari pedagang yang berjualan sembarangan. 
Yang paling mengejutkan, pembenahan kawasan Waduk Pluit. "Awalnya banyak yang khawatir akan terjadi insiden Mbah Priok jilid II. Namun, kecemasan itu tidak terbukti," ujar Zainuddin. 
Pendekatan Jokowi yang santun dan bersajaha merupakan kunci dari semua ini. "Ia mampu menangkap sinyal keinginan masyarakat," ungkap Zainuddin. Selain itu dari sisi keuangan, Jokowi dinilai transparan. Meski demikian, DPRD DKI mencatat penanganan administrasi Jokowi perlu dibenahi. "Sebab, per September ini, penyerapan anggaran baru mencapai 28%. Sedangkan tutup buku keuangan di akhir tahun sudah di depan mata," ujarnya. 
Kinerja Jokowi juga mengundang pujian dari tokoh preman Betawi, H. Yusuf Muhyi alias H. Ucu. Pria yang kini mengaku sudah bertobat dan menyepi di kawasan Bogor itu menyatakan, sejak awal Jokowi berupaya menertibkan kawasan Blok G Pasar Tanah Abang, dia siap membantu Jokowi. H. Ucu pun kagum karena Jokowi membawa perubahan positif di Jakarta. 
"Jokowi benar-benar berjiwa merakyat, saya bicara sama beliau, Jokowi ini bisa jadi contoh yang baik bagi gubernur se-Indonesia" ujarnya. 
Hanya saja, menurut Ucu, Jokowi harus lebih sering lagi bersilaturahmi dengan tokoh-tokoh Betawi. Bagaimanapun penduduk asli Jakarta adalah orang Betawi. Dengan cara itu, kata H. Ucu, Jokowi akan semakin mudah menata Jakarta. "Saya amanatkan kepada Jokowi dan Ahok, kalau seandainya ingin melakukan penataan lagi, assalamualaikum dulu dengan tokoh-tokoh setempat, silaturrahim-lah, biar tidak terjadi salah paham," ujarnya. 
Mantan pesaing Jokowi pada masa pilkada, H. Nachrowi Ramli yang juga Ketua Badan Musyawarah Betawi mengaku optimistis Jokowi dapat benahi Jakarta. "Kehadiran Pak Jokowi kan merupakan suntikan darah baru bagi Pemerintah DKI sehingga kalau darah baru sudah tentu ada beberapa program yang boleh dibilang baik," katanya. 
Ia melihat dua titik cerah kepemimpinan Jokowi. Pertama adalah keberpihakan kepada rakyat yang tinggi. Kedua, Jokowi dinilai mengenali masalah Jakarta. Meskipun program-program Jokowi belum bisa dilihat hasilnya secara utuh, namun bisa terlihat dari beberapa gebrakan yang sudah terlaksana. Kalaupun ada ketidakpuasan dari beberapa pihak, ia menilai sebagai hal yang wajar. "Sepanjang tujuannya baik, bisa diatasi dengan komunikasi," ujarnya. 
Kini, yang menjadi pertanyaan sebagian besar warga DKI adalah: akankah Jokowi memenuhi masa tugasnya membenahi Jakarta hingga tahun 2017? Sebab dengan popularitasnya yang semakin tinggi, banyak juga yang menghendaki Jokowi segera mentas menjadi capres di 2014 nanti. Dari pihak Jokowi sendiri sempat berembus kabar, bahwa Jokowi siap mencalonkan diri, jika PDIP sebagai partai yang menaunginya, memberikan lampu hijau. 
Bagaimana dengan PDIP? Hasto Kristiyanto, Wakil Sekjen PDIP, mengatakan Jokowi memang bisa menjadi salah satu alternatif. Tapi, semua itu tergantung kehendak rakyat dan juga kebijakan Ketua Umum PDI Perjuangan. "Pemilu presiden itu pemilunya rakyat, bukan pemilunya PDI Perjuangan," Hasto. 
Sikap PDIP sendiri memang masih malu-malu soal ini. Beberapa sumber menyebutkan, ada tokoh di DPP yang masih berkeinginan mengusung Megawati, meski yang bersangkutan sudah tak mau. Namun kuat juga desakan agar memajukan Jokowi sebagai capres dengan pertimbangan inilah saat yang tepat bagi PDIP untuk mendudukkan kadernya di kursi RI-1 mengingat elektabilitas Jokowi yang tinggi. 
Mengenai ini, kata Hasto, wajar jika PDI Perjuangan mengajukan Megawati sebagai calon. "Itu kan sah. Parpol mengajukan ketua umumnya sebagai capres," ujarnya. Namun popularitas Jokowi tentu juga tak akan diabaikan. "Mungkin saja ada kombinasi antara Megawati-Jokowi, atau Megawati-JK," kata Hasto lagi. 

Rep : John Willy, Wendy Prasetya
Dari berbagai sumber 

  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Item Reviewed: Si Joko Yang Kian Berkilau Rating: 5 Reviewed By: Unknown