728x90 AdSpace

 photo 720x90_zps7gcl6vrq.gif
Latest News
Jumat, 14 Agustus 2015

Kemana Arah Perekonomian Indonesia

Kenapa dengan Presiden kita Jokowi? Kepercayaan dirinya semakin mengendur. Meski ini kaitannya bukan soal percaya atau tidak percaya, karena masih perlu dibuktikan di kemudian hari ucapan Presiden Jokowi bahwa perekonomian akan melambung di semester II.

Di tengah perekonomian Indonesia dan dunia yang berjalan lambat, Presiden kita, Jokowi tetap optimis menatap masa depan. Ia begitu yakin bahwa di kuartal III dan IV ini ekonomi Indonesia akan melambung.

"Mulai agak meroket September-Oktober. Nah, pas November itu bisa begini," kata Jokowi sambil tangannya menunjuk ke atas.

Jokowi kemudian membesarkan hati rakyatnya. Katanya, rakyat tak perlu cemas, sebab pelemahan yang terjadi sekarang ini tidak hanya dialami oleh Indonesia, tapi oleh banyak negara lain di dunia.

Meskipun pertumbuhan ekonomi nasional kuartal II-2015 hanya 4,67%, tapi pertumbuhan seperti itu masih termasuk dalam lima besar dunia. Pada kuartal II, kata Jokowi, pertumbuhan Indonesia hanya turun 0,3%, sedangkan negara lain ada yang turun sampai 1,5% – 2%. “Jadi kalau ada yang pesimistis itu keliru,” katanya.

Alasan Jokowi untuk optimis memang cukup banyak, karena saat ini, belanja modal dan barang baru mencapai 12% dari yang ditetapkan. Artinya, masih ada 88% yang akan dihabiskan di semester II ini. Belum lagi belanja infrastruktur yang nilainya sekitar Rp 130 triliun. Itu juga baru dimulai semester II. Itulah sebabnya, pemerintah akan all out mempercepat belanja modal dan belanja barang supaya pertumbuhan ekonomi melesat. “Saya ngomong, masa enggak percaya,” kata presiden.

Menurut saya masalahnya, ini bukan soal percaya atau tidak percaya, karena masih perlu dibuktikan di kemudian hari. Apakah benar akan terjadi belanja habis-habisan yang kemudian disusul dengan pertumbuhan yang spektakuler?

Sebab, kalau melihat gejalanya, agak susah mencapai apa yang ditargetkan Jokowi. Kinerja perekonomian China, sebagai negara pengimpor terbesar dari Indonesia saja masih suram. Rilis data perdagangan negeri itu, periode Juli 2015 melaporkan Jumlah permintaan, baik dari luar negeri maupun domestik masih sangat lemah.

Tidak hanya itu, harga produsen pabrik di China juga membukukan penurunan, memperpanjang tren yang tercatat selama tiga tahun terakhir. Selain itu, indeks harga produsen di China pada Juni lalu juga akhirnya menyentuh level terendahnya dalam kurun hampir enam tahun terakhir. Itu baru dari China, belum lagi kalau The Fed benar-benar menaikkan suku bunga yang acuannya bulan September 2015. Tentu saja jelas tekanan terhadap perekonomian bakal makin besar.

Selain belanja pemerintah, masalah terbesar negeri ini selama 2015 ini adalah masih rendahnya investasi dan makin pesimisnya laju konsumsi di sektor rumah tangga. Padahal, dua faktor ini merupakan komponen lain pembentuk PDB yang sangat penting.

Dari sisi perdagangan, meskipun impor turun, aktivitas ekspor pun terpantau tak bergerak, juga tidak membaik apalagi beberapa bulan terakhir ini Rupiah terus melemah.Secara singkat terlihat bahwa impor barang modal menyusut 20% di kuartal II. Sementara investasi (penanaman modal tetap bruto/ PMTB) hanya tumbuh 4% atau lebih rendah daripada perkiraan awal 5,5%. Selain itu, laju impor bahan baku juga turun hingga 21% pada periode ini, terburuk sejak 2009.

Melihat penurunan impor yang lumayan di kuartal kedua lalu, maka saya menyimpulkan kinerja ekspor Indonesia jelas tidak maksimal. Ini saya lihat dalam rilis data neraca perdagangan yang dibukukan surplus US$ 2 Miliar oleh salah satu media. Jadi secara kumulatif di kuartal II-2015 volume ekspor justru turun 13,1%.

Dengan kondisi seperti itu, pemerintah baru mencanangkan belanja infrastruktur di kuartal III, padahal jelas pertumbuhan ekonomi sebesar 5% tidak akan terkejar.
Jadi, mungkin benar ramalan sebagian ekonom, yang menyatakan bahwa dengan tumbuh 4,7% saja Indonesia sudah bagus. Bank dunia pun memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tak akan lebih dari 4,7%. Alasannya, pertumbuhan investasi jangka panjang dan belanja konsumen Indonesia masih melemah. Apakah Presiden Jokowi masih tetap optimis?

Yang jelas, kepercayaan pasar terhadap sang presiden semakin mengendur, tidak seperti menjelang dan awal-awal menjadi presiden. Hari Senin (10/8/2015) saat ia datang ke Bursa Efek Indonesia, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) justru turun 0,45% menjadi 4.748,95 dan nilai rupiah tersungkur ke posisi Rp 13.550 per dolar AS.
Hari Rabu (12/8) ketika Jokowi melantik menteri hasil reshuffle kabinet, IHSG merosot ke posisi 4.494 dan rupiah terpuruk ke level Rp13.820/US$. Betul kiranya, ini semua tak lepas dari aksi Bank Sentral China (PBOC) yang mendevaluasi nilai tukar yuan sebesar 1,9%. Tapi percaya tidak percaya, faktor Jokowi punya andil besar! Benarkah September meroket.




Penulis : Deny Sinatra/Pemimpin Redaksi Wartasurya.com

  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Item Reviewed: Kemana Arah Perekonomian Indonesia Rating: 5 Reviewed By: Unknown