728x90 AdSpace

 photo 720x90_zps7gcl6vrq.gif
Latest News
Jumat, 02 November 2012

Idul Adha dan Jiwa Sosial

Tanggal 26 Oktober, umat Islam dari berbagai belahan dunia melaksanakan rukun Islam kelima, yakni ibadah haji di Tanah Suci. Semua berharap mendapatkan gelar sebagai haji mabrur dan pulang ke tanah air masing-masing mampu memberikan energi positif bagi pembangunan bangsa dan negara. Tidak sedikit khususnya jamaah haji Indonesia yang
menunaikan ibadah haji tahun ini adalah kalangan pejabat. Bahkan Wakil Presiden Boediono mendapat undangan khusus dari pemerintah Arab Saudi untuk menunaikan haji.
Mantan Ketua Umum Pengurus Besasr Nahdlatul Ulama, KH Hasyim Muzadi dalam satu kesempatan menyampaikan himbauan agar calon jamaah haji Indonesia benar-benar melaksanakan rukun kelima dengan benar. Jangan sampai melaksanakan haji itu seperti pariwisata. Tahun ini ada sekira 200 ribu orang Indonesia yang berhaji. Orang-orang tersebut diharapkan mampu menciptakan kondisi yang lebih baik. Diharapkan jamaah tidak kehilangan substansi dan makna beribadah haji yang sesungguhnya. Hasyim berharap jamaah haji Indonesia yang pulang menjadi haji mabrur. Dampak dari haji mabrur akan luar biasa. Dicontohkan dari 200 ribu jamaah haji itu kemudian kembali ke keluarganya dan mengajak berbuat kebaikan akan besar sekali dampaknya. Karena ada kecenderungan setelah pulang haji, perilakunya tidak berubah menjadi baik, sama seperti ketika berangkat atau malah ada yang lebih buruk.

Dalam ibadah haji adalah ritual ibadah yang mengajarkan persamaan di antara sesama. Tidak mengenal status sosial, kaya, miskin, pejabat, rakyat, kulit hitam ataupun kulit putih semua memakai pakaian yang sama. Bersama-sama melakukan aktivitas yang sama pula yakni manasik haji. Mengangungkan asma Allah dengan bahasa yang sama. Selain ibadah haji, pada bulan ini umat Islam merayakan hari raya Idul Adha. Pada hari itu, umat muslim juga dianjurkan untuk menyembelih binatang kurban bagi yang mampu. Anjuran ini mengacu kepada Firam Allah "Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu ni’mat yg banyak. Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu dan sembelihlah hewan. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yg terputus". Penyembelihan hewan kurban juga mengandung berbagai makna. Selain menggambarkan ketulusan dan keikhlasan seorang yang beriman, juga ada nilai-nilai kemanusian, yakni saling berbagi. Sehingga dengan berkurban ini akan membentuk kesalehan sosial seseorang yang kemudian akan berkembang menjadi kesalehan sosial kelompok masyarakat, hingga warga negara.

Secara definisi kesalehan sosial dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mengimplementasikan ajaran-ajaran agama dalam kehidupan sosial, sehingga terwujud kualitas kehidupan sosial yang tinggi. Dengan kesalehan sosial yang tinggi, diharapkan akan tumbuh masyarakat yang tertib, taat hukum dan menghormati norma-norma sosial, serta memiliki jiwa kesetiakawanan sosial yang tinggi. Dengan kesalehan sosial motivasi dan landasan keimanan dan ketaqwaan tidak hanya mampu menggerakkan kesadaran, kemauan dan kemampuan seseorang untuk menjalankan kewajiban ritual semata, akan tetapi lebih jauh mampu menjalankan dimensi sosial dari pelaksanaan ibadah-ibadah, sehingga tumbuh ketertiban sosial, kesetiakawanan sosial dan kualitas kehidupan sosial yang lebih baik..

Pentingnya kesalehan sosial sebagai hikmah dari penyelenggaraan kurban karena bangsa Indonesia masih dihinggapi permasalahan besar, antara lain adalah masih tingginya tingkat pengangguran dan kemiskinan. Menurut data statisik hingga Februari 2010, jumlah penduduk yang menganggur masih mencapai 8,59 juta orang. Padahal mereka sangat membutuhkan penghasilan untuk menghidupi diri dan keluarganya. Oleh karenanya, pemerintah sudah dan tengah dan akan terus berupaya untuk mengatasi permasalahan pengangguran dan kemiskinan yang dihadapi oleh bangsa ini melalui berbagi kebijakan. Namun upaya-upaya pemerintah ini tentu tidak dapat berjalan tanpa peran serta masyarakat. Sebuah peran yang hanya bisa dilakoni oleh masyarakat yang memiliki kesalehan sosial.

Secara fitrah, manusia cenderung bersikap egois dan mementingkan diri sendiri. Namun demikian, disamping itu semua, manusia pada dasarnya adalah makhluk "zoon politicon", yang cenderung untuk saling bekerjasama, memilih untuk bermasyarakat dibandingkan menyendiri, dan pada gilirannya akan mendorong dirinya untuk merelakan sebagian haknya untuk orang lain, sehingga dari kerjasama tersebut ia dapat mengambil manfaat berupa perwujudan kehormatan dan kepentingannya. Oleh karena itu, beberapa macam pengorbanan dan pendahuluan kepentingan orang lain, menjadi bagian dari keharusan dalam bangunan masyarakat yang tanpa keberadaannya, masyarakat tidak akan dapat hidup dengan bahagia. Inilah makna dari kesolehan sosial. Semoga Idul Adha dan penyembelihan kurban berhasil melahirkan manusia-manusia yang semakin taat kepada Tuhannya, dan menyadari pentingnya untuk saling berbagi dengan sesama. Selamat Hari Raya
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Item Reviewed: Idul Adha dan Jiwa Sosial Rating: 5 Reviewed By: Unknown