728x90 AdSpace

 photo 720x90_zps7gcl6vrq.gif
Latest News
Rabu, 28 November 2012

Pencabutan Grasi Tak Berlaku

Jakarta - Pencabutan grasi yang telah dikeluarkan presiden kepada narapidana tidak dapat ditarik kembali, meski pada beberapa kasus pemberian grasi dinilai tidak tepat karena terpidana terbukti melakukan tindak pidana pada saat masa tahanan. Sebut saja grasi yang diberikan Presiden SBY
kepada terpidana hukuman seumur hidup Meirika Franola Pengadilan Negeri, Pengadilan
Tinggi dan Mahkamah Agung menjatuhkan hukuman mati kepada wanita yang akrab disapa Ola ini. Namun, Presiden memberikan grasi menjadi hukuman seumur hidup dengan pertimbangan Ola hanya sebagai kurir.
Banyak pihak yang meminta SBY mencabut grasi yang diberikan kepada Ola. Ada pula pihak yang meminta agar presden meninjau kembali pemberian grasi tersebut. Namun, Anggota Komisi Hukum Nasional (KHN) Frans Hendra Winarta mengatakan bahwa putusan grasi yang sudah diberikan kepada terpidana tidak dapat ditarik kembali. Hal tersebut sesuai dengan hukum tata negara yang ada di Indonesia.
"Di dalam hukum tata negara Indonesia, tidak ada istilah pencabutan grasi oleh presiden," kata Frans dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (28/11).
Terkait pemberian grasi kepada Ola yang dinilai tidak tepat sasaran, Presiden SBY tidak dimungkinkan untuk mencabut grasi. Hanya saja, jika Ola terbukti melakukan perdagangan narkoba selama di dalam penjara, maka pengadilan harus melakukan proses pengadilan kembali kepada Ola. Proses pengadilan kembali ini dikenal dengan residivis.
"Kalau dia terbukti melakukan kesalahan lagi selama dipenjara, ya harus diadili kembali. Dan itu hukumannya bisa lebih tinggi dari yang sebelumnya," lanjut Frans.
Persoalan layak atau tidaknya pemberian grasi kepada Ola, Frans menilai presiden memiliki hak prerogatif. Pasalnya, setiap warga negara memiliki hak untuk meminta pengampunan, keringanan kepada presiden. Tetapi Frans menegaskan, hal tersebut harus didasarkan pada pertimbangan yang kuat.
Tetapi jika nantinya Ola terbukti benar melakukan perdagangan barang haram dari dalam penjara, maka Frans mempertanyakan pertimbangan Presiden SBY dalam memberikan grasi kepada terpidana mati.
Hal senada diungkapkan pakar hukum tata negara Irman Putra Sidin. Irman mengatakan, tidak sepatutnya presiden mencabut grasi yang telah diberikan kepada terpidana. "Tidak patut kalau seorang Presiden mencabut putusan grasinya karena di dalam hukum tata negara tidak berlaku hal yang demikian," kata Irman.
Irman menilai pemberian grasi oleh presiden memang harus berdasarkan pada pertimbangan-pertimbangan yang diberikan Mahkamah Agung. Pertimbangan yang diberikan MA tersebut bersifat mengikat untuk menjadi pertimbangan presiden, tetapi presiden tetap memiliki hak untuk mengikuti atau menolak pertimbangan tersebut.
Irman menyayangkan jika konsep hukuman yang selama ini berlaku di Indonesia hanya sebagai alat untuk melegalkan kemarahan yang reintegrasi serta re-edukasi. Padahal, setiap warga negara memiliki hak untuk dimaafkan sehingga siapapun berhak mendapatkan grasi.
"Konsep ini yang salah. Bukan berarti orang yang jahat harus dihukum mati. Mereka juga berhak mendapatkan pemaafan dari Presiden," ujarnya.
Selain itu, lanjut Irman, hukuman mati tidak memberi efek jera kepada pelaku. Buktinya, meski Indonesia memberlakukan hukuman mati kepada pengedar narkoba, namun tidak mengurangi jumlah pemakai dan pengedar.
"Bukan mematikan pelakunya tetapi mencegah jangan sampai kejahatan tersebut terjadi," pungkasnya.
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Item Reviewed: Pencabutan Grasi Tak Berlaku Rating: 5 Reviewed By: Unknown