Yogyakarta - Meski masih muncul banyak masalah terkait pembebasan lahan, Proyek pembangunan Bandara Internasional Kulonprogo tetap berjalan.
Tak hanya itu, penentuan lokasi pembangunan proyek di kawasan tersebut juga kurang tepat, karena berada di zona terdampak bencana alam. Demikian dikatakan Eko Teguh Paripurna, ahli geologi dan kebencanaan dari UPN Veteran Yogyakarta.
Eko menyampaikannya hal itu dalam diskusi bertajuk 'Menimbang Kembali Rencana Pembangunan Bandara Kulonprogo Sebagai Pembangunan Beresiko Terhadap Lingkungan' yang digelar LBH Yogyakarta di Cafe Cangkir 6, Bintaran, Sabtu (25/6).
"Untuk peta rencana bandara 27% di daerah dengan resiko tinggi bencana, 65% sedang dan 7% rendah. Sementara untuk kota bandara 27% tinggi, 55% sesang, 17% rendah," jelas Eko.
Lanjut Eko, Pemda DIY juga dianggap kurang peka mengingat zona merah bencana di lereng Merapi di mana masyarakat dipindahkan dan area itu hanya dijadikan lahan pertanian.
Sementara zona merah di Kulonprogo justru dijadikan proyek berskala besar.
Pemda DIY juga harus memperhatikan kebutuhan lainnya, karena jika proyek itu tetap dibangun maka persediaan air tanah yang ada tidak akan bisa menunjang.
Senada dengan Eko, Direktur Wahana Lingkungan Hidup Yogyakarta, Halik Sandera mengatakan pembangunan bandara dapat merusak cekungan air Kulonprogo.
"Ini karena lokasi proyek ada di cekungan air tanah Wates, dan itu akan mengancam ketersediaan air tanah. Jika di diteruskan kemungkinannya akan menyebabkan air tanah berkurang," jelas Halik.
Tak hanya itu, posisi lahan yang berada di pesisir sangat rawan Tsunami yang sewaktu-waktu akan menggulungnya.
"Apalagi sampai saat ini lokasi pesisir Kulonprogo jadi jalur migrasi internasional burung. Apa tidak khawatir burung-burung itu akan mengganggu penerbangan," jelasnya.
Tak ketinggalan, Advokat LBH Yogyakarta Rizky Fatahillah juga angkat bicara mengenai hal itu. "Pembangunan bandara baru memang banyak menyalahi regulasi dan aturan, jika tetap dibangun maka jangan salahkan masyarakat jika melawan," ujarnya.
Reporter : Didik
0 komentar:
Posting Komentar