Selama ini, kapal berbendera Merah Putih yang mengangkut muatan ekspor sulit bersaing dengan kapal luar negeri. Hal itu karena tingginya beban fiskal yang ditanggung operator pelayaran nasional. Hingga saat ini, tidak kurang 91% dari sekitar 577,3 juta ton muatan ekspor dan impor Indonesia per tahun dikuasai oleh kapal berbendera asing. Dengan begitu, potensi devisa negara yang hilang diproyeksikan mencaai US$28,8 miliar.
Sementara itu, para operator pelayaran nasional mengajak perusahaan BUMN untuk menggunakan kapal berbendera Merah Putih pada kegiatan angkutan ekspor dan impor guna memangkas besarnya potensi pendapatan negara yang hilang dari biaya angkut.
Carmelita Hartoto, Ketua Umum Indonesian National Shipowners’ Association (INSA), mengatakan perusahaan BUMN bisa dijadikan pelopor untuk memulai program beyond cabotage.“BUMN pertambangan seperti batu bara memiliki muatan tujuan ekspor yang cukup besar setiap tahun,” ungkapnya
Pada tahun ini, PT Bukit Asam, Tbk menargetkan penjualan batu bara sebesar 18,66 juta ton dengan proyeksi sekitar 35% atau 6,53 juta ton akan dijual ke luar negeri. Asumsinya, menggunakan kapal curah kering jenis panamax berkapasitas 76.000 ton dengan rata-rata kemampuan berlayar 1 kali dalam satu bulan tujuan China, maka perseroan itu memerlukan pasokan kapal hingga 8 unit per tahun.
Carmelita menjelaskan dengan asumsi harga kapal rata-rata US$47 juta per unit, ada potensi investasi pengadaan kapal hingga mencapai US$376 juta. “Lantas dari mana uangnya?,Pembiayaan kapalnya dapat menggunakan lembaga keuangan BUMN juga dong,” ujarnya.
Jika hal ini terjadi, lanjut dia, akan mendorong terjadinya peningkatan peluang investasi bagi pengusaha nasional, khususnya di pelayaran dan industri galangan yang pada akhirnya dapat meningkatkan penerimaan negara.@pras/LICOM
0 komentar:
Posting Komentar