728x90 AdSpace

 photo 720x90_zps7gcl6vrq.gif
Latest News
Kamis, 27 Desember 2012

2012, Hukum & HAM Macan Kertas


Jakarta-Dalam kurun waktu satu tahun ini, penegakan hukum dan HAM di Indonesia dinilai belum berubah signifikan ke arah lebih baik. Pasalnya, masih terdapat kasus hukum terutama menyangkut pelanggaran HAM berat masa lalu yang belum dituntaskan. Wakil Ketua MPR, Lukman Hakim Syaifudin mengatakan, belum dituntaskannya kasus pelanggaran HAM berat masa lalu menyebabkan pemerintah tersandera beban masa lalu. Akibatnya, penegakan hukum dan HAM terhambat untuk dijalankan dengan baik karena masih terdapat pekerjaan rumah yang belum diselesaikan. Ini menjadi ironis, lanjut Lukman, karena konstitusi serius menjamin pemenuhan HAM warganya. 

Setidaknya ada sepuluh pasal dalam konstitusi yang fokus menyoroti HAM. Oleh karenanya untuk mendorong penegakan hukum dan HAM, Lukman merekomendasikan agar pemerintah segera merevisi KUHP dan KUHAP. Menurutnya, ketentuan itu induk dari sistem hukum yang berlaku di Indonesia.

Dia menjelaskan, desakan untuk merevisi peraturan itu sudah disuarakan sejak puluhan tahun lalu. Namun, pemerintah dinilai tak tanggap sehingga sampai saat ini revisi itu belum diajukan. Selain itu Lukman menekankan, agar pelanggaran HAM berat segera dituntaskan. Dia mengusulkan agar pemerintah membentuk tim khusus yang langsung dipimpin presiden untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat itu.

Lukman juga mendesak pemerintah untuk segera menindaklanjuti temuan Komnas HAM dan lembaga lainnya yang telah melakukan penyelidikan atas berbagai kasus pelanggaran HAM berat. Seperti tragedi 1998, Semanggi dan Tanjung Priok 1984.

Dengan membentuk tim khusus, maka kasus yang masih memiliki bukti-bukti pendukung harus dilanjutkan ke pengadilan HAM. Sedangkan untuk kasus yang tidak memiliki bukti yang cukup, Lukman menyarankan agar tim khusus itu mencari solusi terbaik untuk menyelesaikannya di luar mekanisme pengadilan HAM. “Dicari jalan keluarnya,” kata Lukman dalam diskusi bertema Refleksi dan Evaluasi Penegakan Hukum dan HAM Tahun 2012 di Jakarta, Rabu (26/12).

Pada kesempatan yang sama Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD mengatakan sejak reformasi pelanggaran HAM berat cenderung tak terjadi lagi. Pasalnya, sampai saat ini dia tidak melihat adanya tindak pelanggaran HAM secara masif dan sistematis yang dilakukan oleh negara kepada rakyat. Salah satu penyebab adanya kemajuan itu menurut Mahfud merupakan dampak dari diratifikasinya berbagai macam konvensi HAM internasional.

Namun, yang marak terjadi saat ini lebih kepada pelanggaran HAM bersifat horizontal. Misalnya, penyerangan satu kelompok masyarakat kepada kelompok lainnya dan pengusiran paksa. Dia menceritakan, sewaktu diundang untuk memberikan pidato dalam sebuah forum di Australia, Mahfud banyak dicecar pertanyaan mengenai maraknya pelanggaran HAM yang sifatnya horizontal itu. Mulai dari kasus yang menimpa kelompok Ahmadiyah, Syiah dan pengusiran terhadap kelompok jemaah gereja.

Bagi Mahfud belum tuntasnya kasus pelanggaran HAM berat dan maraknya pelanggaran HAM horizontal disebabkan oleh minimnya penegakan hukum yang berpengaruh negatif ke aspek lainnya seperti ekonomi, kesehatan, pendidikan dan infrastruktur. Pasalnya, lemahnya penegakan hukum menyuburkan korupsi. Tapi, secara umum Mahfud menilai pembangunan yang saat ini dilakukan sudah cukup baik, hanya penegakan hukum yang perlu dibenahi. “Karena berpengaruh ke banyak aspek,” tuturnya.

Pengujian UU
Tegaknya hukum dan HAM bagi Mahfud berkaitan erat dengan instrumen hukum yang digunakan seperti undang-undang. Untuk itu, MK kerap digunakan oleh berbagai pihak untuk menguji UU yang diterbitkan apakah sesuai atau tidak dengan konstitusi.

Di tahun 2012, Mahfud mencatat ada 118 perkara pengujian UU di MK dan sisa perkara di tahun 2011 yang masih berlanjut sampai 2012 terdapat 51 perkara. Dengan total 169 perkara pengujian UU di tahun 2012, 97 perkara sudah diputus dan 30 perkara di antaranya dikabulkan.

Secara singkat Mahfud menjelaskan setidaknya terdapat tiga hal yang menyebabkan sebuah UU dibatalkan MK. Pertama, ada kesengajaan dari pihak pembuat kebijakan yang merupakan buah dari tukar-menukar kepentingan politik. Akibatnya, ketentuan yang dihasilkan lewat UU itu menabrak konstitusi.

Kedua, tidak profesional dalam membuat undang-undang. Misalnya, dalam satu pasal dijelaskan bahwa peraturan lebih lanjut akan diterbitkan lewat peraturan khusus. Sementara terdapat pasal lain yang merujuk pasal tersebut tapi menjelaskan hal yang berbeda. Ketiga, UU dibatalkan karena dinilai ketinggalan zaman. Misalnya, pembubaran BP Migas. Mahfud berpendapat BP Migas dinilai tidak berjalan sesuai dengan awal dibentuk.

Tindak Kekerasan
Sementara mantan Ketua Komnas HAM periode 2007 – 2012, Ifdhal Kasim, menyebut salah satu hal yang patut disorot selama tahun 2012 yaitu maraknya kasus penembakan di luar mekanisme hukum yang dilakukan aparat keamanan terhadap masyarakat sipil. Padahal, ada mekanisme yang harus dipenuhi oleh aparat keamanan sebelum menembak. Salah satunya termaktub dalam prosedur tetap (Protap) Polri yang menyatakan penembakan dapat dilakukan jika yang disasar melakukan perlawanan.

Sayangnya, dalam sejumlah kasus Ifdhal menemukan bahwa orang yang menjadi sasaran tembak aparat kepolisian tidak melakukan perlawanan. Menurutnya, mekanisme itu bukan hanya berlaku bagi orang sipil biasa tapi juga orang yang diduga teroris. Ifdhal menyebut, walau disinyalir sebagai teroris, bukan berarti aparat keamanan boleh melepaskan tembakan secara serampangan.

Lagi-lagi Ifdhal menegaskan harus mengacu prosedur yang ada, pasalnya orang yang diduga teroris itu juga punya hak yang mesti dilindungi. “Kita harus menekankan negara agar menjaga keamanan dengan mengutamakan hak warga negara,” ujarnya.
Tak kalah pentingnya, di tahun 2012 Ifdhal menyoroti kekerasan dalam konflik di bidang sumber daya alam. Untuk menyelesaikan persoalan itu Ifdhal mendorong agar pemerintah memperhatikan hak warga secara adil dan bijaksana.

Tak ketinggalan, Ifdhal menjelaskan persoalan penegakan HAM di Papua menjadi salah satu isu yang banyak disorot pada tahun 2012. Bahkan sorotan tajam bukan hanya dilayangkan berbagai institusi HAM di Indonesia tapi juga internasional. “Masalah di Papua akan membesar jika tidak diselesaikan dengan baik,” pungkasnya.

  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Item Reviewed: 2012, Hukum & HAM Macan Kertas Rating: 5 Reviewed By: Unknown