728x90 AdSpace

 photo 720x90_zps7gcl6vrq.gif
Latest News
Senin, 10 Desember 2012

Pemerintah Harus Tegas


PEMERINTAH akhirnya membatalkan ‘Hari Tanpa BBM Bersubsidi’ pada 2 Desember 2012. Alasannya akan lebih banyak kekisruhan sosial dan ada kehawatiran rakyat "marah" atas kebijakan itu. Menteri ESDM Jero Wacik beralasan batalnya rencana itu karena akan lebih besar risiko dari pada manfaat yang akan diperoleh.

 Alasan ‘Hari Tanpa BBM Bersubsidi’ itu mengingat kuoto 44 juta kiloliter untuk BBM
bersubsidi akan habis diakhir tahun 2012, jadi perlu dilakukan penghematan dengan mewacanakan program itu.
Secara langsung dan tidak langsung program ‘Hari Tanpa BBM Bersubsidi’ itu menimbulkan kepanikan di tengah-tengah masyarakat. Sehingga yang terjadi adalah kelangkaan BBM. Terjadi aksi "borong" di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) hingga antrian panjang. Akibatnya stok BBM di SPBU cepat habis. Pedagang eceran BBM terutama yang berada di pinggiran kota rela antri menunggu dapat jatah dari SPBU. Isu yang berkembang di tengah-tengah masyarakat karena minimnya informasi, bahwa 2 Desember harga BBM akan mengalami kenaikan. Melihat kepanikan inilah pemerintah lantas membatalkan ‘Hari Tanpa BBM Bersubsidi’. Karena jika dipaksakan maka akan terjadi gejolak sosial yang lebih besar.

Kondisi ini menggambarkan kalau pemerintah tidak tegas dalam menerapkan kebijakannya sendiri. Tidak memiliki konsep yang terukur dalam setiap membuat keputusan, dan terkesan rakyat selalu dijadikan bahan uji coba. Kalau responsnya ‘dingin’ maka kebijakan itu dilepas, sebaliknya jika ada gejolak pemerintah memilih untuk membatalkan kebijakannya. Sama halnya dengan kebijakan ‘Hari Tanpa BBM Subsidi’ ini. Setelah terjadi kepanikan pemerintah mengurungkan niatnya. Penasehat Hiswana Migas Dit Malem Ginting menilai, kehabisan stok BBM dan antrian panjang di SPBU bukan semata-mata karena kepanikan masyarakat, tetapi lebih disebabkan karena kebijakan pemerintah yang tidak tepat soal energi. Pemerintah tidak memiliki aturan konkrit dalam mengatasi persoalan yang terus terjadihampir setiap tahunnya. Antrian di SPBU dikarenakan kehabisan stok hanya terjadi di daerah. Sedangkan di Jawa dan Bali masih relatif aman. Ini manggambarkan bahwa minyak hanya untuk pemerintah pusat, sedang di daerah dilepas begitu saja.

Dicabutnya pembatasan BBM bersubsidi ini diharapkan dapat menjadi angin segar bagi masyarakat dan tidak menimbulkan kecemasan. Namun, ketenangan itu akan terusik kembali karena ada ancaman diakhir 31 Desember 2012 kuota BBM bersubsidi habis. Rakyat tidak tahu kebijakan apa lagi yang akan dilakukan pemerintah. Akankah dijadikan "kelinci percobaan lagi" - Pemerintah melalui Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas dalam surat resminya telah meminta Pertamina menyalurkan kuota BBM bersubsidi sampai dengan tanggal 31 Desember tahun ini, dengan melakukan pengendalian harian yang bertujuan menjaga agar kuota yang telah ditetapkan pemerintah dan DPR dalam APBN-P 2012 sebanyak 44,04 juta kiloliter tidak terlampaui. Di Sumatera Utara hingga menjelang akhir November 2012, premium yang telah disalurkan sekira 1,4 juta kiloliter atau mencapai 88 persen dari kuota yang ditetapkan. Sedangkan untuk solar sudah mencapai 999 ribu kiloliter, atau mencapai 97 persen dari kuota. Diperkirakan pada akhir 2012 premium akan over sebanyak 1-2 persen dan solar 9010 persen.

Secara nasional akhir tahun ini PT Pertamina memperkirakan akan terjadi kelebihan konsumsi BBM bersubsidi sebanyak 1,227 juta kiloliter. Untuk premium 400 ribu kiloliter dan solar 827 kiloliter. Dengan situasi ini pemerintah menilai perlu mengendalikan penyaluran BBM bersubsidi agar kuota tidak terlampaui. Caranya dengan melakukan pengendalian harian, yaitu penjatahan secara proporsional disetiap provinsi sesuai dengan sisa kuota dibagi jumlah hari tersisa hingga akhir tahun. Pertamina sejak Nopember 2012 sudah melakukan pemotongan pasokan BBM bersubsidi per SPBU sebesar 10 persen. Kuota BBM bersubsidi di tiap daerah akan habis pada tanggal yang berbeda-beda. Sementara Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina (Persero) Hanung Budya, menyebutkan peningkatan konsumsi premium rata-rata 8 persen per tahun, bahkan pada 2012 mencapai 12 hingga 13 persen.

Pemerintah harus bijak mencermati kondisi migas dalam negeri yang membahayakan jika tidak ditangani secara arif. Kebijakan harus dikeluarkan untuk keselamatan bersama, bukan membiarkan masyarakatnya panik dalam menghadapi persoalan. Rakyat harus merasakan kehadiran pemerintah dalam setiap penyelesaian masalah. Sehingga tidak terombang-ambing termakan isu menyesatkan yang berakibat perpecahan. Pemerintah harus tegas menyelesaikan persoalan migas ini, segera keluarkan kebijakan yang tidak memberatkan rakyat juga tidak merugikan negara. 

  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Item Reviewed: Pemerintah Harus Tegas Rating: 5 Reviewed By: Unknown