728x90 AdSpace

 photo 720x90_zps7gcl6vrq.gif
Latest News
Selasa, 26 Februari 2013

Manusia oh manusia!!!

Apa itu hidup? Sebaris teori dipegang kokoh dengan ciri-ciri berkaitan dengan makhluk hidup. Namun, sesederhana itukah yang bernama hidup? makan, minum, berkembang biak, bergerak, dan menerima rangsangan? Lalu, muncullah nilai hidup. Sederet orang mulai meneliti. Apakah nilai hidup satu makhluk lain dengan lainnnya sama? Lalu apakah hewan lebih bernilai dari tumbuhan? Apakah manusia lebih bernilai dari tumbuhan? Begitulah kondisi yang terjadi.

Penelitian terus berlanjut. Bergudang-gudang teori telah tertembus. Namun, siapa manusia di muka bumi ini masih merasa memiliki keluarga jauh dengan sepucuk padi di halaman rumah? Atau, dengan cacing di tanah? Bahkan, monyet sekalipun?

Manusia tidak menerima keluarga lintas spesies. Mereka membantah.Keunggulan atas akal, budi, dan moral menjadi dasar penolakan. Manusia mengukuhkan diri sebagai makhluk paling agung dan mulia di muka bumi ini berkat anugerah atas beberapa harta itu. Apalagi, dengan meminjam tameng kitab suci, manusia membantah teori tersebut. Dengan meminjam nama Tuhan, dan akibatnya ‘mereka’ mulai menghukum dan menghakimi si manusia pencari jati diri-penemu teori-teori tersebut.

Teori-teori tersebut mulai tutup buku tanpa harus membuktikan benar atau salahnya. Tudingan penghinaan terhadap Sang Pencipta cukup menutup mulut para pencari jati diri tersebut. Terima atau tidak, tutup saja mulutmu! Akhirnya, manusia tetap kembali menjadi hidup sebagai makhluk spesial: berakal budi, bertuhan, bermoral, dan bersemuanya.

Kini, lihatlah dunia! Ironi! Manusia mengingkari jati diri sebagai ‘keluarga’ dari antar makhluk di semesta. Ia mengikrarkan diri sebagai makhluk dengan akhlak dan akalnya. Namun, kenyataan berkata lain. Tak sedikit manusia tampil sebagai makhluk paling tidak bermoral dan tak berotak. Siapa tersangka perusak keseimbangan ekosistem? Manusia. Siapa tersangka efek rumah kaca? Manusia. Siapa yang membunuh ribuan pohon demi makhluk bernama egois? Manusia.

Bayangkan! Pohon memiliki dampak sistematis dalam ekosistem. Sebuah pohon merupakan tempat hunian jutaan jenis serangga, makanan bagi hewan, rumah bagi banyak jamur maupun hewan. Jika sebuah pohon di tebang, efeknya sudah sangat besar. Satu hutan?

Orang berakal pasti tahu membedakan untung dengan rugi, baik dengan buruk, dan hikmat lainnya. Kemampuan perusak pastilah bukan akal. Kemampuan perusak pastilah bukan sikap bermoral.

Apabila bumi memiliki pengadilan seperti manusia, rasanya manusia sudah dicoret dari alam semesta. Sayangnya, pengadilan tersebut memang ada. Hanya, pengadilan tersebut tidak sama dengan pengadilan manusia. Segala sesuatu di bumi ini memiliki hukum yang bernama dampak. Apabila bumi atau keseimbangan ekosistem dirusak, dampak tersebut akan menjelma dalam wujud kelaparan, kepanasan, keracunan, kegagalan panen, bencana dan sebagainya.

Dampak-dampak tersebut akan menjelma menjadi dampak lain bernama kemiskinan, kemelaratan, kesengsaraan, dan sebagainya. Apa jadinya supaya tidak miskin, melarat, dan sengsara? Sifat manusia yang tidak bermoral dan tidak berakal tersebut pun mewujud dalam tindak tanduk seperti keserakahan, korupsi, tipu-menipu, tengkulak, dan sebagainya. Kini, manusia bukan hanya menyengsarakan makhluk lain. Manusia mencoba memakan ‘sesamanya’ yang lebih lemah dan tak memiliki kuasa.

Saking berkuasanya, manusia mulai menggunakan Tuhan sebagai ‘alat’ mewujudkan keinginannya. Manusia menjadi standar kebenaran dan menggunakan Tuhan untuk membenarkan kebusukannya. Lihat! Jutaan orang terbunuh hanya karena dituduh melanggar perintah Tuhan. Seseorang halal membunuh (katanya) dalam nama Tuhan. Kejahatan-kejahatan seseorang tertutup lewat kedok keagamaan yang dijalaninya. Bahkan, nama Tuhan dalam gedung-gedung ibadah ‘dijual’ demi seonggok harta.

Itulah manusia! Kita! Anda dan saya! Apabila Tuhan marah, bumi pun marah, segala makhluk marak, manusia hanya bisa menjerit. Memohon pengampunan kepada masa lalunya yang tak mungkin terputar ulang lagi. Kala itu, si menyesal baru datang menghadap.

Dan kini, tahun ini. Inilah bias jadi akhir suatu masa. Bumi telah berkeliling dalam satu titik terakhir. Beranjak kepada suatu titik baru, suatu masa baru. Seperti biasa, manusia berharap berubah. Perubahan demi perubahan terus dicanangkan. Manusia berharap punya hidup yang lebih baik. Tidak salah, sebab begitulah harapan, selalu mendambakan kebaikan. Manusia berharap punya sikap lebih baik. Tampaknya, Tuhan dan bumi pun selalu mengharapkan begitu. Manusia akan sembuh menjadi hamba-Nya yang baik. Dan, bumi pun berharap, keluarganya yang terhilang akan bersikap baik padanya. Harapan semua makhluk juga. Akankah terjadi? Mereka telah menunggu lama, ribuan bahkan jutaan tahun. Akankah tahun ini terjadi? Kita lihat saja bersama.

Penulis : Deny Sinatra, Pemimpin Redaksi metrosurya.com
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Item Reviewed: Manusia oh manusia!!! Rating: 5 Reviewed By: Unknown