728x90 AdSpace

 photo 720x90_zps7gcl6vrq.gif
Latest News
Minggu, 24 Februari 2013

Siapkah Anas Digantung?

Anas Urbaningrum

Jakarta, Mulutmu harimaumu. Pepatah itu kini menghantui Anas Urbaningrum. Ketua Umum Partai Demokrat itu tengah menjadi gunjingan publik lantaran sesumbarnya pada Maret 2012 silam. "Satu rupiah saja Anas korupsi di Hambalang, gantung Anas di monas (monumen nasional)," kata Anas kala itu.

Pernyataan tersebut muncul setelah mantan rekan sejawatnya di Demokrat, Muhammad Nazaruddin, bertubi-tubi menuding Anas menerima uang dari proyek Hambalang. Saat itu, Anas menegaskan, pernyataan Nazaruddin adalah fitnah yang sengaja dibuat untuk menjatuhkannya.
Janji ini pernah ditanyakan kembali oleh wartawan saat Anas menghadiri acara donor darah dalam rangka Hari Pers Nasional (HPN) di kantor Persatuan Wartawan Indonesia Jawa Timur, pada Rabu 20 Februari lalu. Anas enggan menjawab lebih banyak soal ini. "Sampeyan tulis apa saja boleh kalau itu."

Saat kembali didesak wartawan, Anas menjawab, "Sekarang saya tanya balik, memang sampeyan ada harapan itu?" "Tidak," kata wartawan. "Ya udah itu jawaban saya," ujar Anas.

Nah, kata-kata Anas tersebut ternyata bertuah. Seperti diketahui, Jumat (22/2/2013) kemarin, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Anas sebagai tersangka dalam kasus korupsi proyek Hambalang, Bogor. Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto, meneken surat perintah penyidikan (sprindik) untuk Ketua Umum Partai Demokrat itu.

Juru Bicara KPK, Johan Budi, mengungkapkan, Anas diduga menerima sesuatu yang berkaitan dengan jabatannya saat menjadi anggota DPR. "Bisa benda dan uang," kata Johan dalam konferensi pers di kantor KPK, kemarin malam.

KPK pun menjerat Anas dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebagai informasi, "pemberian" dalam Pasal 12 huruf a UU ini mencakup arti yang luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.

Selain menetapkan tersangka, KPK juga mencegah Anas ke luar negeri untuk kepentingan penyidikan. Terhitung mulai 22 Februari, Anas dilarang bepergian ke luar negeri selama enam bulan.

Pada kesempatan itu, Johan menampik penetapan Anas ini bermuatan politik atau atas desakan dari orang-orang tertentu. Dalam mengusut kasus, imbuhnya, KPK tidak mengarah dan mentargetkan seseorang jadi tersangka. "Semua tergantung alat bukti. Penanganan kasus ini tidak ada kaitannya dengan partai atau urusan politik," tegasnya.

Seperti diketahui pula, Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono memerintahkan semua kader, termasuk ketua umum, meneken Pakta Integritas. Dalam pakta itu, poin kedelapan: Saya sebagai tersangka, terdakwa atau terpidana saya bersedia mengundurkan diri dan siap menerima sanksi pemecatan dari dewan kehormatan partai. Bisa ditebak, Anas bakal terjungkal dari kursi Ketua Umum Demokrat.

Adalah Nazaruddin, mantan bendahara umum Partai Demokrat yang juga kolega dekat Anas, menjadi tokoh kunci atas penetapan Anas sebagai tersangka. Sejak dikejar KPK pada 2011 lalu, Nazaruddin terus "bernyanyi" mengenai keterlibatan Anas dalam megaproyek Hambalang bernilai Rp2,5 triliun. Menurut Nazar, Anas lah yang mengatur proyek tersebut.

Hingga ditangkap dan diadili di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Nazar konsisten dengan nyanyiannya. Tak hanya itu, Nazar pun menuding Anas menerima Rp100 miliar dari proyek Pusat Pendidikan Latihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) itu.

Sejumlah Rp50 miliar dari duit itu, kata Nazaruddin, dipakai untuk pemenangan Anas di Kongres 2010. Juga membayar Tim Konsultan Anas sebagai calon Presiden. Dana dari Hambalang dan proyek Wisma Atlet itulah, kata Nazar, yang digunakan Anas membeli suara di kongres Bandung.
Tak hanya itu, Nazaruddin pun menyerang Anas dengan sangkaan gratifikasi. Kasus ini yang sempat mencuat beberapa waktu lalu saat draf sprindik Anas yang belum resmi, beredar di tangan wartawan.

Kasus gratifikasi yang menjerat Anas itu diduga adalah pemberian mobil Toyota Harrier dari mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin. Mobil itu diduga diberikan Nazaruddin pada tahun 2009, saat Anas masih duduk di DPR. Pemberian mobil senilai Rp650 juta ini pernah diungkapkan oleh pengacara Nazaruddin, OC Kaligis.

Anas semula membantah tudingan pemberian Toyota Harrier. Dia berdalih, mobil mewah berpelat nomor B 15 AUD itu miliknya. Dalam jumpa pers pada 19 Februari 2013 lalu, pengacara Anas menegaskan, mobil Harrier itu dibeli tunai dari Nazaruddin dengan uang Anas.

"Kepemilikan mobil Harrier oleh Anas merupakan transaksi jual-beli biasa. Sebagai pembeli, Anas menunjukkan itikad baik dengan membayar uang muka dan angsuran sesuai kesepakatan," kata Firman di Jakarta, Selasa, 19 Februari 2013.

Apapun silang sengkarut itu, pengadilan yang akan membuktikan. Tetapi soal gantung diri di Monas, siapkah Anas memenuhi janjinya jika terbukti ia korupsi? Ingat, mulutmu adalah harimaumu!GTR
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Item Reviewed: Siapkah Anas Digantung? Rating: 5 Reviewed By: Unknown